Bagi rakyat pegunungan Papua, mungkinkah pileg 2014 masih menggunakan sistem noken lagi sebagai pengganti kotak suara? Bagaimana sistem noken itu akan berdampak positif atau negative? Apakah pemilihan dengan sistem noken itu sangat cocok bagi rakyat setempat? Untuk menyikapi pertanyaan diatas maka diharapkan kepada pemerintah Provinsi melalui KPU baru yang akan dipilih nanti, agar segera evaluasi dan membuat peraturan sebagai juknis dengan bantuan kajian akademisi yang nantinya sebagai format atau petunjuk baru dengan melihat kondisi masyarakat setempat agar masyarakat benar-benar memberikan hak demokrasi mereka sebagai warga negara.
Sebab pemilihan dengan sistem noken di Papua adalah sesuatu hal yang
asing dan bisa berdampak konflik horizontal dalam masyarakat terutama
masyarakat di pegunungan Papua seperti pemilihan pilkada sebelumnya.
Istilah pemilihan dengan sistem noken itu suatu konsep yang asing bagi
masyarakat pegunungan. Memang noken adalah alat kebudayaan Papua yang
diwariskan dari nenek moyang tetapi pencoblosan dan pemasukan surat
suara ke dalam noken secara terang-terang di alam terbuka dengan
menghilang salah satu asas pemilihan umum yakni kata “Rahasia” (masuk di
bilik suara dan memberikan hak politiknya) ini tidak dilakukan sehingga
dari LUBER menjadi LUBET (langsung umum bebas terbuka). Sosialisasi
tentang bagaimana kartu suara bisa isi di noken juga belum dilakukan
sehingga ketika pemilihan orang di kampung bisa saja isi sesuai kemauan
masing-masing pihak misalnya atas perintah kepala kampung atau kepala
suku setempat. Ini bisa menghasilkan konflik horisontal dalam
masyarakat. Konflik itu juga dilihat dari dua hal yakni konflik fisik
dan nonfisik, dimana konflik nonfisik itu lebih berbahaya karena selama
lima tahun para anggota legislative terpilih atau caleg yang gagal tidak
peduli dengan persoalan rakyat, ada intimidasi kepada masyarakat,
teror, sehingga rakyat menjadi korban.
Fungsi noken dan bagaimana proses mengisi sesuatu di noken yang kaitannya tentang pemilihan sistem noken, orang di pegunungan masih bertanya ini sebenarnya konsep siapa!. Sebab dalam kebudayaan kami tak pernah mengisi atau membagi-bagikan sesuatu kepada lawan di depan atau di tempat umum secara terang-terangan sebab kami mempunyai norma dan adat istiadat bagaimana membagikan sesuatu kepada orang lain agar jangan ada sikap kecemburuan sosial dan berujung pada konflik perang.
Dengan ini diharapkan kepada pemerintah Provinsi Papua melalui KPU baru yang akan dipilih nanti bisa menyiapkan format yang cocok sesuai dengan kondisi masyarakat setempat, misalnya, menyiapkan hanyalah satu noken di TPS/KPPS sebagai pengganti kotak suara lalu harus ada bilik suara yang tersedia kemudian sistem pencoblosan dengan gambar atau foto para caleg. Teknik ini sangat simple dan efektif, Sebab sistem noken itu diberlakukan oleh karena 80% masyarakat di pedalaman Papua masih tergolong buta aksara/huruf. Kami tau bahwa walaupun dia buta secara huruf tetapi dalam akal budi ada bayangan foto para caleg yang akan nampak sehingga sangat jelas kepada caleg siapa dia coblos.
Dengan kondisi yang ada ini maka diharapkan kepada pemerintah daerah terutama para kepala daerah di pegunungan Papua harus bangkit sebagai anak daerah yang paham betul apa sebabnya ada sistem noken di pegunungan. Kini saatnya para Bupati pegunungan mulai membangun pemahaman dan pendidikan politik sedini mungkin kepada seluruh lapisan masyarakat, jangan tunggu sampai hari pelaksanaan sebab dengan demikian rakyat pasti mengerti arah dan jalan sendiri. Orang pegunungan bukan lagi bangsa primitive yang belum maju menurut orang selama ini, jangan sistem noken selalu mengobjekan masyarakat pegunungan Papua. Konsep ini harus ditiadakan dari atas bumi ini supaya demokrasi yang dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat betul tumbuh di Papua untuk hari ini terus ke masa mendatang .
Memang dewasa ini kami tau, salah satu faktor utama sehingga ada pemilihan sistem noken adalah dikarenakan 80% penduduk di pegunungan masih tergolong buta aksara. Misalnya saya sebagai anak daerah dari Kabupaten Yahukimo betul tahu dan punya data buta aksara yang sangat memprihatinkan selama ini. Kondisi buta aksara di Kabupaten Yahukimo inipun sengaja di biarkan dan dipelihara oleh pemerintah daerah untuk menjadi manusia buta aksara sebagai objek pembangunan dan politik praktis. Kiranya Pemilihan dengan sistem noken perlu dicari format yang efektif dan contextual agar semua pihak menerima dan terutama rakyat yang punya hak demokrasi bisa terakomordir hak pilihnya dalam setiap Pemilu di Papua.
Penulis Adalah Mahasiswa S2 Antropologi Uncen
Pekerjaan : Anggota MRP dari Pokja Agama
Fungsi noken dan bagaimana proses mengisi sesuatu di noken yang kaitannya tentang pemilihan sistem noken, orang di pegunungan masih bertanya ini sebenarnya konsep siapa!. Sebab dalam kebudayaan kami tak pernah mengisi atau membagi-bagikan sesuatu kepada lawan di depan atau di tempat umum secara terang-terangan sebab kami mempunyai norma dan adat istiadat bagaimana membagikan sesuatu kepada orang lain agar jangan ada sikap kecemburuan sosial dan berujung pada konflik perang.
Dengan ini diharapkan kepada pemerintah Provinsi Papua melalui KPU baru yang akan dipilih nanti bisa menyiapkan format yang cocok sesuai dengan kondisi masyarakat setempat, misalnya, menyiapkan hanyalah satu noken di TPS/KPPS sebagai pengganti kotak suara lalu harus ada bilik suara yang tersedia kemudian sistem pencoblosan dengan gambar atau foto para caleg. Teknik ini sangat simple dan efektif, Sebab sistem noken itu diberlakukan oleh karena 80% masyarakat di pedalaman Papua masih tergolong buta aksara/huruf. Kami tau bahwa walaupun dia buta secara huruf tetapi dalam akal budi ada bayangan foto para caleg yang akan nampak sehingga sangat jelas kepada caleg siapa dia coblos.
Dengan kondisi yang ada ini maka diharapkan kepada pemerintah daerah terutama para kepala daerah di pegunungan Papua harus bangkit sebagai anak daerah yang paham betul apa sebabnya ada sistem noken di pegunungan. Kini saatnya para Bupati pegunungan mulai membangun pemahaman dan pendidikan politik sedini mungkin kepada seluruh lapisan masyarakat, jangan tunggu sampai hari pelaksanaan sebab dengan demikian rakyat pasti mengerti arah dan jalan sendiri. Orang pegunungan bukan lagi bangsa primitive yang belum maju menurut orang selama ini, jangan sistem noken selalu mengobjekan masyarakat pegunungan Papua. Konsep ini harus ditiadakan dari atas bumi ini supaya demokrasi yang dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat betul tumbuh di Papua untuk hari ini terus ke masa mendatang .
Memang dewasa ini kami tau, salah satu faktor utama sehingga ada pemilihan sistem noken adalah dikarenakan 80% penduduk di pegunungan masih tergolong buta aksara. Misalnya saya sebagai anak daerah dari Kabupaten Yahukimo betul tahu dan punya data buta aksara yang sangat memprihatinkan selama ini. Kondisi buta aksara di Kabupaten Yahukimo inipun sengaja di biarkan dan dipelihara oleh pemerintah daerah untuk menjadi manusia buta aksara sebagai objek pembangunan dan politik praktis. Kiranya Pemilihan dengan sistem noken perlu dicari format yang efektif dan contextual agar semua pihak menerima dan terutama rakyat yang punya hak demokrasi bisa terakomordir hak pilihnya dalam setiap Pemilu di Papua.
Penulis Adalah Mahasiswa S2 Antropologi Uncen
Pekerjaan : Anggota MRP dari Pokja Agama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Sesuai artikel yang anda sudah baca ....Admin Terimakasih atas anda bersedia membaca artikel IP_MAMI SULUT di Kota Studi Manado.