Home » » Pemilihan dengan Sistem Noken Bukan Budaya Orang Pegunungan Papua

Pemilihan dengan Sistem Noken Bukan Budaya Orang Pegunungan Papua

Written By Unknown on Rabu, 21 Agustus 2013 | 21.19

Natan Pahabol, S.PdPesta demokrasi pemilihan Gubernur Provinsi Papua sudah usai dan pada tahun 2014 di seluruh Indonesia akan dilakukan pesta demokrasi untuk pemilihan anggota legislative yang akan duduk di Kabupaten, Provinsi sampai ke Pusat. Agenda pemilihan legislative (pileg 2014) sangat terpenting bagi rakyat Papua untuk memilih atau menentukan para wakil rakyat untuk menentukan arah pembangunan Papua selama lima tahun ke depan.  Para caleg   akan maju dengan berbagai cara untuk mencapai tujuan atau posisi sebagai anggota DPR,  tetapi jangan lupa bahwa caleg pasti akan diatur melalui peraturan (KPU) sebagai panitia penyelenggaraan pemilihan legislative 2014 nanti. Kami percaya bahwa pileg akan berjalan sesuai azas pemilihan umum yaitu LUBER serta jujur dan adil.
Bagi rakyat pegunungan Papua, mungkinkah pileg 2014 masih menggunakan sistem noken lagi sebagai pengganti kotak suara? Bagaimana sistem noken itu akan berdampak positif atau negative? Apakah pemilihan dengan sistem noken itu sangat cocok bagi rakyat setempat?  Untuk menyikapi pertanyaan diatas  maka diharapkan kepada pemerintah Provinsi melalui KPU baru yang akan  dipilih  nanti, agar segera evaluasi dan membuat peraturan sebagai juknis dengan bantuan kajian akademisi  yang nantinya sebagai format  atau petunjuk baru dengan melihat kondisi masyarakat setempat agar  masyarakat benar-benar memberikan hak demokrasi mereka sebagai warga negara.


Sebab pemilihan dengan sistem noken di Papua adalah sesuatu hal yang asing dan bisa  berdampak  konflik horizontal dalam masyarakat terutama masyarakat di pegunungan Papua seperti pemilihan pilkada sebelumnya. Istilah  pemilihan dengan sistem noken itu suatu konsep yang asing bagi masyarakat pegunungan. Memang noken adalah alat kebudayaan Papua yang  diwariskan dari nenek moyang tetapi pencoblosan dan pemasukan surat suara ke dalam noken secara terang-terang di alam terbuka dengan menghilang salah satu asas pemilihan umum yakni kata “Rahasia” (masuk di bilik suara dan memberikan hak politiknya) ini tidak dilakukan sehingga dari LUBER  menjadi LUBET (langsung umum bebas terbuka). Sosialisasi tentang bagaimana kartu suara bisa isi di noken juga belum dilakukan sehingga ketika pemilihan orang di kampung bisa saja isi sesuai kemauan masing-masing pihak misalnya atas perintah kepala kampung atau kepala suku setempat. Ini bisa menghasilkan konflik horisontal dalam masyarakat. Konflik itu juga dilihat dari dua hal yakni konflik fisik dan nonfisik, dimana konflik nonfisik itu lebih berbahaya karena selama lima tahun para anggota legislative terpilih atau caleg yang gagal tidak peduli dengan persoalan rakyat, ada intimidasi kepada masyarakat,  teror, sehingga rakyat menjadi korban.
Fungsi noken dan bagaimana  proses mengisi sesuatu di  noken yang kaitannya tentang pemilihan sistem noken, orang di pegunungan masih bertanya ini sebenarnya konsep siapa!. Sebab dalam kebudayaan kami tak pernah mengisi atau membagi-bagikan sesuatu kepada lawan di depan atau di tempat umum secara terang-terangan sebab kami mempunyai norma dan adat istiadat bagaimana membagikan sesuatu kepada orang lain agar jangan ada  sikap kecemburuan sosial dan berujung pada konflik perang.
Dengan ini diharapkan kepada pemerintah Provinsi Papua melalui KPU  baru yang akan dipilih nanti  bisa menyiapkan format yang cocok sesuai dengan kondisi masyarakat setempat,  misalnya, menyiapkan hanyalah satu noken di TPS/KPPS sebagai pengganti kotak suara lalu harus ada bilik suara yang tersedia kemudian sistem pencoblosan dengan gambar atau foto para caleg.  Teknik ini sangat simple dan efektif, Sebab sistem noken itu  diberlakukan  oleh karena 80% masyarakat  di pedalaman Papua masih tergolong buta aksara/huruf. Kami tau bahwa walaupun dia buta secara huruf tetapi dalam akal budi ada bayangan foto para caleg yang akan nampak sehingga sangat jelas kepada caleg siapa dia coblos.
Dengan kondisi yang ada ini maka diharapkan kepada pemerintah daerah terutama para kepala daerah di pegunungan Papua harus bangkit sebagai anak daerah yang paham betul apa sebabnya ada sistem noken di pegunungan.  Kini saatnya para Bupati pegunungan  mulai membangun pemahaman dan pendidikan politik sedini mungkin kepada seluruh lapisan masyarakat, jangan tunggu sampai hari pelaksanaan sebab  dengan demikian rakyat pasti mengerti arah  dan jalan sendiri. Orang pegunungan bukan lagi bangsa primitive yang belum maju menurut orang selama ini, jangan sistem noken selalu  mengobjekan masyarakat pegunungan Papua. Konsep ini harus ditiadakan dari atas bumi ini supaya demokrasi yang dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat betul tumbuh di Papua untuk hari ini terus ke masa mendatang .
Memang dewasa ini kami tau, salah satu faktor utama sehingga ada pemilihan sistem noken adalah dikarenakan 80% penduduk di pegunungan masih tergolong buta aksara. Misalnya saya sebagai anak daerah dari Kabupaten Yahukimo betul tahu dan punya data buta aksara yang sangat memprihatinkan selama ini. Kondisi buta aksara  di Kabupaten Yahukimo inipun sengaja di biarkan dan dipelihara oleh pemerintah  daerah untuk menjadi manusia buta aksara sebagai objek pembangunan dan politik praktis. Kiranya Pemilihan dengan sistem noken perlu dicari format yang efektif dan contextual agar semua pihak menerima dan terutama rakyat yang punya hak demokrasi bisa terakomordir hak pilihnya dalam setiap Pemilu di Papua.
Penulis     Adalah Mahasiswa S2 Antropologi Uncen
Pekerjaan    : Anggota MRP dari Pokja Agama

Oleh: Natan Pahabol, S.Pd


Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Sesuai artikel yang anda sudah baca ....Admin Terimakasih atas anda bersedia membaca artikel IP_MAMI SULUT di Kota Studi Manado.

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. IPMAMI SULUT - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website
Proudly powered by Blogger